DARI BALI KE JAKARTA
Oleh Arif Bagus Prasetyo (kurator)
HANNA Artspace menyelenggarakan pameran perdana di gedungnya yang berada di kawasan Ubud, Bali, pada November 2008. Sejak itu, Hanna Artspace telah menggelar 23 pameran tunggal maupun pameran bersama yang menampilkan aneka ragam karya seni rupa. Dengan mengadakan acara pameran setiap bulan, selama dua tahun belakangan ini Hanna Artspace berkibar sebagai salah satu galeri paling aktif di Bali. Aktivitas Hanna Artspace selalu ditunjang dengan kerja kuratorial yang bertanggung-jawab mengontrol mutu karya dan mengawal wacana yang ditampilkan.
Selama ini Hanna Artspace telah mendapatkan kepercayaan besar dari para perupa nasional maupun internasional untuk menghadirkan karya mereka di hadapan publik seni rupa di Indonesia, khususnya di Bali. Hanna Artspace telah menjadi ruang presentasi kreatif para perupa senior maupun para perupa muda, baik yang tinggal di Bali maupun di luar Bali. Sejumlah perupa terkemuka Indonesia pernah menampilkan karyanya di Hanna Artspace, seperti Nyoman Erawan, Sutjipto Adi, Tisna Sanjaya, Entang Wiharso, Nasirun dan Yani Mariani Sastranegara. Hanna Artspace juga pernah memamerkan karya para perupa mancanegara yang tersohor seperti Rudolf Bonnet, Han Snel dan Arie Smit, serta puluhan seniman internasional dari generasi baru seperti Keiji Ujie, Stephan Max Reinhold dan Marc Jurt. Namun demikian, Hanna Artspace tidak melupakan perupa muda. Puluhan nama perupa muda tercatat pernah berpameran di Hanna Artspace. Di luar pameran, manajemen Hanna Artspace juga aktif mendukung kreativitas perupa muda yang berbakat besar dan berdedikasi tinggi, serta mempromosikan karya mereka agar mendapatkan apresiasi yang makin baik dari publik.
Setiap kegiatan Hanna Artspace adalah perwujudan dari misi kultural, visi artistik dan standar estetik Hanna Artspace sebagai lembaga yang terlibat dalam upaya memajukan dunia seni dan kebudayaan di Indonesia. Pameran seni rupa bukan saja menghadirkan pencapaian kreatif para seniman individual, namun juga merefleksikan komitmen yang dipegang teguh dan diperjuangkan Hanna Artspace. Sejak awal berdirinya, Hanna Artspace berkomitmen untuk aktif mendorong dan memberikan kontribusi pada dinamika perkembangan kebudayaan, khususnya di bidang seni rupa. Hanna Artspace memposisikan diri sebagai ruang alternatif bagi perupa untuk menampilkan karya secara elegan dan terorganisir kepada khalayak luas. Di bawah pimpinan pemiliknya, Paul Hadiwinata, Hanna Artspace menyediakan ruang yang representatif dan manajemen untuk memfasilitasi kepentingan segenap masyarakat seni rupa, baik pencipta maupun penikmat karya seni rupa.
Guna mengembangkan sayapnya agar lebih kuat mengusung komitmen, visi dan misinya, mulai tahun ini Hanna Artspace beroperasi di Jakarta. Kehadiran Hanna Artspace di Ibukota bertujuan untuk lebih mengefektifkan kiprahnya dalam membina, memperluas dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni rupa melalui program pameran, promosi dan sosialisasi karya, serta kerja-sama erat dengan perupa. Dengan berkiprah di “jantung” Indonesia, Hanna Artspace bertekad meningkatkan fungsinya sebagai lembaga kultural dan sekaligus lembaga komersial.
*
Pameran perdana di Hanna Artspace Jakarta bertajuk “Unity in Diversity”. Tema pameran ini mencerminkan spirit Hanna Artspace sebagai sebuah ruang yang mewadahi keragaman kreativitas seni rupa. Hanna Artspace menaruh kepercayaan besar dan apresiasi mendalam pada realitas seni rupa masa kini yang terbentuk dari keragaman sumber penciptaan, gagasan maupun ekspresi kreatif. Seni rupa masa masa kini, baik di lingkup nasional maupun global, dihidupi oleh kekuatan “demokratisasi kultural” yang merayakan keragaman. Dengan berbagai konsekuensi positif maupun negatifnya, dunia seni rupa masa kini telah menjadi ranah subur tempat bertumbuhnya pusparagam kreasi artistik. Di dunia seni rupa masa kini, semuanya sah, segalanya mendapat tempat.
Tema “Unity in Diversity” sekaligus menunjuk pada keragaman bentuk maupun isi karya-karya yang dipamerkan. Selain itu, para perupa yang terlibat dalam pameran ini juga beragam. Mereka berasal dari berbagai generasi dan latar-belakang kultural-biografis. Ada perupa yang terbilang senior, ada perupa yang kini sedang naik-daun, perupa muda, perupa ekspatriat, perupa otodidak, perupa berpendidikan akademis, perupa dari Bali dan luar Bali. Karya mereka menawarkan keragaman tema, gaya maupun teknik. Berpijak pada keyakinan estetik yang berbeda-beda, mereka menjelajahi imajinasi kreatif dalam bermacam ekspresi individual. Sebagian besar dari para perupa ini pernah berpameran di Hanna Artspace Ubud, Bali. Karena itu, dalam pameran “Unity in Diversity”, Hanna Artspace berkesempatan menampilkan karya-karya terkini dan terbaik dalam grafik perkembangan kreatif masing-masing perupa sepanjang dua tahun terakhir.
Pada masa kini, segala skema dan sistem universal telah meredup atau bahkan menghilang. Seni tidak dapat lagi mengklaim kebenaran universal yang kokoh tak tergoyahkan. Maka dari itu, seni pada masa kini tidak lagi berambisi menyodorkan tuntunan, melainkan mencari orientasi. Kini seni tidak lagi bernafsu melontarkan pernyataan, melainkan mengajukan pertanyaan. Melalui karya seni, para seniman masa kini cenderung mempertanyakan realitas yang makin hari makin kompleks.
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh karya-karya dalam pameran ini, para seniman masa kini tidak lagi berhasrat menjadi “pahlawan-pemberontak” yang berpretensi mengubah dunia menjadi tempat yang ideal. Mereka tampak menyadari bahwa di era global ini, realitas dan segala problematikanya telah menjadi begitu kompleks. Setiap upaya heroik untuk mengubah realitas sangat mungkin takkan mengubah apapun dan akhirnya sia-sia belaka. Kesadaran ini menyebabkan para seniman masa kini cenderung lebih berkonsentrasi pada upaya memahami realitas, termasuk realitas personal diri mereka sendiri. Ketimbang sia-sia memberontak, mereka lebih memilih merenung: Di dunia macam apakah kita hidup sekarang ini? Apa artinya hidup di tengah carut-marut kenyataan dunia saat ini?
Refleksi tentang kompleksitas dunia kontemporer menjadi semacam benang merah yang menautkan beragam karya dalam pameran ini. Dengan beragam bahasa visual-artistik, lukisan maupun patung dalam pameran ini menggemakan psikologi manusia kontemporer yang hidup di sebuah dunia yang kian mengglobal, di mana jalinan matarantai sebab-akibat melilit seluruh penjuru dunia, dan tak ada secuil pun bagian dunia yang lolos darinya. Karya-karya dalam pameran ini menyiratkan tarik-menarik antara invasi kekuatan global dan resistensi daya-daya lokal, ketegangan antara yang modern dan tradisional, tawar-menawar antara yang natural dan artifisial, persaingan antara yang spiritual dan material, antara yang sekejap dan abadi, antara yang telah lampau dan akan datang.
Globalisasi, sebagaimana dikatakan Anthony Giddens, adalah persoalan transformasi ruang dan waktu dalam kehidupan kita. Peristiwa di tempat yang jauh akan mempengaruhi kita secara langsung, sebagaimana terlihat dalam dampak krisis ekonomi yang begitu cepat menular ke seluruh pelosok dunia. Sebaliknya, keputusan yang diambil oleh individu-individu di tempat tertentu bisa memiliki implikasi sedunia. Ikhtiar memahami realitas kontemporer di dunia yang terglobalkan, beserta transformasi kesadaran ruang-waktu yang ditimbulkannya, adalah motor penggerak lokomotif kreativitas para perupa yang menyatu dalam pameran “Unity in Diversity”.
*
Sejak dibuka di Bali dua tahun silam, Hanna Artspace terus-menerus menyempurnakan diri sebagai agen yang profesional, bermartabat dan terpercaya untuk menjembatani idealisme dan pragmatisme, kreativitas dan pasar, karya dan apresiator, seniman dan masyarakat. Dukungan, kepercayaan dan pengakuan dari kalangan seni rupa maupun masyarakat luas telah membesarkan Hanna Artrspace dan menjadi modal berharga untuk meneruskan langkahnya di Jakarta.